Wednesday, January 13, 2016

Mencari Ruang Publik Di Warung Kopi1


Berdasarkan  pengamatan lapangan. Di wilayah Kotamadya Pontianak dengan panjang jalan 181.873 m yang telah di aspal, terdapat kurang lebih 238 warung kopi. Dengan skala kapasitas Kecil, sedang dan besar. Penentuan skala kapasitas lebih didasarkan pada ‘kemampuan’ daya tampungnya. Dengan ketersediaan meja dan kursi.


Ngopi. Dari secangkir kopi semua makna ini dimula. Dua-tiga sendok kopi, diberi gula secukupnya lalu diseduh dengan air panas. Biasanya ditemani penganan kecil, kue cincin, cucur, nagasari, dadar gulung, kroket, keladi goreng atau lainnya. Secangkir kopi yang biasanya dinikmati kala santai di pagi, sore atau malam hari. Dari secangkir kopi kemudian menjadi beberapa cangkir kopi. Disuguhkan kala kerabat datang kerumah, ketika pergi berladang atau ketika kumpul tetangga di ruang bersama.

Dari secangkir kopi yang dinikmati sendiri di rumah. Lalu menjadi secangkir kopi dalam ruang-ruang bersama, di pasar, di  kedai, di warung-warung kopi dengan interaksi. Panjang dan banyak ia bercerita. Hampir setiap tempat, hampir setiap masa memiliki cerita tentang secangkir kopi ini.

Dari secangkir kopi semua bermula. Kadangkala ia bercerita, ada seorang tua duduk menikmati secangkir kopi gelas kecil di salah satu bangku warung kopi di jalan Tanjungpura, Pontianak. Pernah juga satu kesempatan ia bercerita tentang suguhan kopi saring engko Tjap En di pasar Sungai Raya Kepulauan. Lain waktu dan tempat ia bercerita  tentang kopi tarik dekat Pemangkat, kala tuan kongsi menambat perahu.

Anda dan kita kemudian mendengar dan mengambil hikmahnya. Ternyata secangkir kopi tidak hanya sebatas dua-tiga sendok kopi, yang diberi gula secukupnya lalu di seduh dengan air panas dan di saring. Ia memang bermula dari itu, namun ternyata bisa lebih dari sekedar itu, dan inilah, salah satu sisi lain dari cerita secangkir kopi itu di warung kopi di Kota Pontianak


Apa dan Bagaimana Warung Kopi

Warung Kopi (Warkop) sebagai sebuah konstruksi fenomenologi, terdiri dari penggabungan dua kata. Yakni Warung dan Kopi. Warung secara leksikal adalah tempat menjual makanan, minuman, kelontong dsb. Kata Kopi berasal dari kata Arab ‘qahwa’. Kopi merupakan satu jenis minuman yang bahannya serbuk kopi, terbuat dari biji kopi yang ditumbuk menjadi sangat halus kemudian diseduh dengan air panas. Segala bentuk dan penyajiannya memilki aroma dan rasa khas.

Dilihat dari sudut folklor2, makanan dan juga minuman merupakan fenomena kebudayaan. Oleh karena itu makan atau juga minum bukanlah sekedar produksi organisma dengan kualitas-kualitas biokimia. Yang dapat dikonsumsi oleh organisasi hidup, termasuk juga untuk mempertahankan hidup mereka; melainkan bagi anggota setiap kolektif, makanan dan juga minuman selalu ditentukan oleh kebudayaannya. Kopi, sebagai biji-bijian, yang kemudian dibubuk haluskan dan disajikan menjadi minuman hangat  tidak terlepas dari hal itu.

Dan, secara fenomenalisme3 warung kopi adalah tempat menjual minuman hangat dan yang lainnya, dan menyediakan tempat untuk orang atau konsumen menikmati dan meminumnya. Warung kopi  adalah pertumbuhan interaksi dan kebutuhan manusia. Dimana warung sebagai tempat penjual menjual barang dagangannya dan tempat pembeli membeli barang kebutuhannya. Interaksi antara penjual dan pembeli adalah juga manifestasi ‘manusia sebagai makhluk sosial’ yang membutuhkan manusia lainnya untuk memenuhi kebutuhan.

Secangkir Kopi  di Warung  kopi

Warung kopi, pada mulanya hanyalah sebentuk warung yang menyediakan minuman hangat. Utamanya kopi seduh, teh dan lainnya. Awalnya berada di sekitaran pasar, di beberapa ruas jalan yang dekat pasar atau jalan yang menuju kepasar. Para pelanggan yang datang utamanya adalah lelaki paruh baya.

Memesan kopi, duduk di tempat yang ada. Beberapa orang bahkan memiliki tempat, posisi kursi favoritnya di beberapa warung kopi tertentu. Setelah pesanan terhidang, mengaduk kopi (susu), dan memesan kue. Perbincangan pun kemudian menyeruak. Interaksi dan transaksi berlangsung. Dari sekedar melepas lelah setelah membawa atau membeli barang dagangan di pasar,  mengobrol bermacam topik, menghitung biaya sejumlah proyek atau tawar-menawar sejumlah barang dagangan. Bahkan interaksi di warung kopi yang tanpa interaksi alias diam saja.

Interaksi-interaksi yang muncul dan dilakukan di warung kopi tersebut merupakan satu hal yang lumrah. Interaksi yang dilakukan oleh setiap orang, baik secara perseorangan maupun secara kelompok ini memiliki pola hubungan yang kompleks dan beragam. Sebagai salah satu bentuk dasar kebutuhan manusia, yakni berinteraksi. Karena, sudah kodratnya setiap orang sebagai makhluk sosial memerlukan keberadaan dan tidak dapat terlepas dari orang lain. Komunikasi berlangsung dan interaksi terjalin.

Interaksi-interaksi yang terjalin, terjadi dengan dorongan dan tujuan tertentu yang sifatnya lama atau juga sementara. Proses dan produk dari interaksi ini menjadi demikian penting dan hanya dapat berlangsung apabila semua pihak sadar akan kedudukan atau kondisinya masing-masing. Apakah interaksi antara individu dengan individu, kontak antara individu dengan kelompok, maupun kontak antara kelompok dengan kelompok.

Muth and moth mengatakan dalam salah satu buku ‘the age of interaction 145, 1989’ bahwa interaksi adalah teori interaksi social. Pada titik inilah, keberadaan warung kopi sebagai salah satu tempat yang dapat mewadahi  interaksi-interaksi (sosial, ekonomi) yang ada menjadi penting.

Seiring  dengan perkembangan waktu dan perkembangan sosial ekonomi masyarakat. Interaksi-interaksi  yang terjadi diwarung kopi tidak hanya terjadi searah antara penjual dan pelanggan warung kopi. Interaksi menjadi lebih kompleks. Interaksi sosial kemudian berkembang juga interaksi ekonomi. Pada titik ini keberadaan warung kopi selain dapat mewadahi interaksi sosial, interaksi ekonomi sebagai tempat melakukan aktivitas ekonomi, aktivitas sosial dengan segala macam interaksinya.

Keberadaan fenomena warung kopi ini kemudian berkembang menjadi merupakan sebuah konstruksi ruang sosial yang kompleks. Ceritakan?!” Bagaimana dari awal keberadaan warung kopi ini untuk menikmati secangkir kopi. Kemudian menjadi tempat bertemu, untuk sekedar ngobrol, melepas penat dll. Kemudian bertemu unutk berinterkasi ekonomi. Dan segala macam interaksi lainnyanya. Kemudian menjadi ‘ruang sosial baru’, sebagai ruang-ruang yang dapat di gunakan bersama, menjadi ruang yang terbuka bagi publik, terbuka bagi siapa pun. Bagi setiap elemen masyarakat. Dari secangkir kopi di warung kopi lalu bercangkir-cangkir, dengan segala interaksi sosial dan interaksi ekonomi di dalamnya. (tulisan 1 dari 4 tulisan )


Achmad Asma dZ, Penulis 

0 comments:

Post a Comment